April 12, 2025

Kuliah Keperawatan Menjadi Titik Balik Nurhaya

Kuliah Keperawatan Menjadi Titik Balik Nurhaya

Di balik senyum hangat Nurhaya, tersimpan perjalanan panjang yang tidak mudah. Ia adalah dosen di Fakultas Keperawatan Universitas Hasanuddin yang kini tengah menempuh pendidikan doktoral (S3). Namun, di balik pencapaiannya, ia menyimpan kisah perjuangan melawan epilepsi—kondisi neurologis yang telah menemaninya sejak kecil.

Kuliah Keperawatan Menjadi Titik Balik Nurhaya

Perjalanan hidup Nurhaya dengan epilepsi dimulai sejak ia masih duduk di bangku kelas 3 sekolah dasar. Pada saat itu, ia mulai mengalami kejang tanpa sebab yang jelas. Awalnya, keluarga mengira itu hanya gejala kelelahan atau gangguan biasa. Namun, kondisi tersebut terus berulang dan akhirnya saat ia menginjak kelas 6 SD, dokter secara resmi mendiagnosisnya mengidap epilepsi atau yang kini dikenal secara medis sebagai Orang Dengan Epilepsi (ODE).

Masa Kecil yang Tidak Mudah
Menjadi anak dengan kondisi kesehatan khusus di usia belia bukan hal yang mudah. Nurhaya menghadapi berbagai tantangan, mulai dari pandangan negatif lingkungan sekitar, stigma sosial, hingga rasa takut berlebihan terhadap kondisi tubuhnya sendiri. Kejang yang muncul tiba-tiba membuatnya merasa tidak aman dan minder ketika berada di antara teman-temannya.

Namun, semangat belajar Nurhaya tidak pernah padam. Ia terus berusaha mengikuti pelajaran dan aktif dalam kegiatan sekolah, meski harus menghadapi kejang yang bisa datang kapan saja. Dukungan dari keluarga, khususnya orang tua, menjadi fondasi utama yang membantunya bangkit dan tetap optimis menjalani hidup.

Menemukan Harapan di Dunia Keperawatan

Ketertarikan Nurhaya terhadap dunia medis tumbuh seiring waktu. Ia merasa bahwa dunia kesehatan mampu memberinya pemahaman yang lebih baik tentang kondisi yang ia alami. Oleh karena itu, saat masuk kuliah, ia memilih jurusan keperawatan. Keputusan itu bukan hanya sebagai bentuk minat, tapi juga sebagai upaya untuk berdamai dengan epilepsi yang selama ini membayangi hidupnya.

“Melalui keperawatan, saya jadi lebih tahu bagaimana menangani kondisi saya sendiri. Saya belajar tentang sistem saraf, penanganan darurat saat kejang, serta pentingnya pemantauan dan pengobatan rutin,” ujarnya.

Studi keperawatan tidak hanya membekalinya dengan pengetahuan medis, tetapi juga memberinya keberanian untuk menerima dan mengelola kondisinya dengan lebih baik. Ia tidak lagi merasa dikucilkan atau berbeda, justru merasa memiliki peran penting sebagai seseorang yang paham betul bagaimana rasanya menjadi pasien.

Melanjutkan ke S3 dan Menginspirasi Banyak Orang
Kini, Nurhaya tengah melanjutkan pendidikan di jenjang doktoral. Perjalanan akademiknya tidak hanya sebagai bentuk pengembangan diri, tetapi juga menjadi sarana untuk menyuarakan bahwa ODE juga bisa sukses, berprestasi, dan berkontribusi bagi masyarakat. Ia menjadi contoh nyata bahwa keterbatasan tidak harus menghalangi mimpi.

Sebagai dosen, Nurhaya aktif berbagi pengalaman kepada mahasiswa dan rekan sejawat. Ia kerap mengedukasi pentingnya empati dalam dunia keperawatan, terutama bagi pasien dengan kondisi kronis seperti epilepsi. Ia percaya bahwa perawat tidak hanya memberikan pelayanan medis, tetapi juga harus mampu menjadi pendengar dan pendukung psikologis pasien.

Berdamai dengan Diri Sendiri
Bagi Nurhaya, menerima epilepsi bukan berarti menyerah, melainkan belajar hidup berdampingan dengan kondisi tersebut. Ia disiplin dalam menjalani pengobatan dan menjaga pola hidup sehat. Ia juga terbuka mengenai kondisinya kepada lingkungan sekitar, agar mereka dapat memahami dan mendukung ketika kejang sewaktu-waktu datang.

Kini, Nurhaya tidak lagi menyembunyikan epilepsi sebagai ‘rahasia’ yang memalukan. Ia justru menjadikannya sebagai kekuatan yang membentuk karakter dan ketangguhannya hingga bisa berdiri sejajar dengan akademisi lainnya.

Kisah Nurhaya adalah pengingat bahwa keterbatasan bukanlah akhir dari segalanya. Justru dari keterbatasan itu, seseorang bisa menemukan jalan baru, menginspirasi, dan memberikan dampak positif bagi banyak orang.

Share: Facebook Twitter Linkedin